Alkisah, hiduplah seorang gadis dalam didikan kesederhanaan
Ia tumbuh menjadi gadis yang kuat, semasa kecil ia banyak
bergaul dengan laki-laki
Hal itu membuatnya tumbuh menjadi gadis tomboy
Pertemanannya terjalin dengan cukup kuat, setiap hari
sepulang sekolah ia selalu menghabiskan waktu bermain-main bersama temannya. Ia
sudah terbiasa tidak bersama keluarganya disaat matahari mulai terlihat.
Mungkin baginya, menghabiskan waktu bersama teman adalah hidup
Namun, ketika masa mengharuskan ia meninggalkan
teman-temannya dan masuk dalam lingkungan baru, ia seperti kehilangan
keceriaannya.
Hidup dilingkungan baru terasa sulit baginya. Ia tidak lagi
punya teman bermain sepulang sekolah.
Namun nalurinya sebagai anak tak dapat dibohongi, ia ingin
bermain.
Keluar, dan mencoba berbaur dengan teman didunia barunya. Namun
hasilnya ia justru diabaikan. Ia tidak diterima dilingkungan barunya.
Penolakan adalah hal yang selalu membuat manusia sedih, tak
peduli ia anak kecil atau bukan setiap manusia punya perasaan, termasuk anak
kecil. Sontak saja hal itu membuatnya murung.
Tak pernah lagi ia mencoba berbaur dengan dunia barunya. Namun,
lagi-lagi kodrah alamiah anak. Ia ingin bermain. Berlari, mencoba kembali kepada
teman-teman lamanya.
Namun keinginannya tak bisa tercapai, ia kesulitan menemui
temannya. Seolah-olah teman lamanya menghindar. Sedih, ia benar-benar sedih. Ia
kembali dengan kekecewaan yang lebih.
Semenjak itu ia tak pernah lagi pergi untuk bermain. Ia hanya
menyendiri dirumah. Semenjak itu pula senyum keceriaan mulai berkurang diwajah
manisnya.
Semenjak itu pula kebiasaan memanjat pohon yang sampai
membuat celananya sobek sudah tidak pernah dilakukan. Kebiasaan berlari
kejar-kejaran yang sering membuat tubuhnya dipenuhi luka karena jatuh, tidak
pernah ada lagi.
Kini ia lebih suka bermain dengan boneka cantiknya. Bermain
dengan alat masak mainannya, bermain dengan rumah khayalannya. Menghias diri menjadi
pengantin khayalan. Kekuatan berubah menjadi kelembutan.
Keadaan menumbuhkannya menjadi gadis introvert. Tertutup,
pendiam dan raut tanpa ekspresi. Semenjak kekecewaan itu ia selalu takut dengan
dunia baru. Ia benci dunia baru. Bagaimana menyakitnya keadaan, ia lebih suka
kehidupan lamanya.
Bagaimana pun bentuknya ia selalu benci yang namanya
perpisahan. Ia takut perpisahan akan merebut orang – orang yang disayang,
seperti dulu. Ia takut perpisahan justru akan mengecewakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar