Sabtu, 26 Januari 2019

Review Buku Gita Savitri Rentang Kisah


Source Pic: gramedia.com
Excited banget waktu pertama kali tahu Kak Gita mengeluarkan sebuah buku. Seketika itu juga langsung pengen beli. Sudah nyoba nyari lewat toko buku online. Tapi kok belum ketemu, atau aku yang gak pandai stalking si?
Singkat cerita, ada bazar buku di kotaku. Aku memang hobi banget datang ke bazar buku. Entah dapat 1 atau 2, pasti ada aja buku yang aku kantongin ke rumah. Nah secara gak sengaja aku nemu buku ini dibazar buku. Itupun ditunjukkan sama temanku.
"Eh ada bukunya Gita, katanya kamu lagi nyari"
"Eh iya, wow. Aku mau beli ah"
Langsung tanpa pikir panjang aku beli buku itu. Harganya antara 50 - 60an, aku rada lupa.
Dan inilah kesanku setelah baca buku dari Gita Savitri.
Memang kalau kalian ingin membaca buku yang melankolis dan dipenuhi diksi yang puitis, buku ini bukanlah sasaran yang tepat. Buku ini ditulis dengan bahasa yang mengalir layaknya bahasa lisan. Bahasa yang digunakan pun adalah bahasa percakapan sehari - hari bukan bahasa baku. Ketika baca buku ini, seketika aku bisa membayangkan Kak Gita ngomong di dalam bukunya. Kalau kalian masih belum bisa membayangkan coba lihat saja vlognya. Bahasa yang digunakan kurang lebih sama seperti itu.
Biasanya si aku tidak terlalu suka baca buku yang bahasa tulisnya lebih mirip ke bahasa lisan. Aku lebih suka buku dengan bahasa yang baku dan tata tulis yang bagus. Tapi di sini bukan itu tujuan utamaku membaca buku ini. Lebih karena sosok Gita dan aku ingin tahu lebih banyak tentang Gita. Kenapa aku kagum sama dia? Banyak faktor
1. Gita ada perempuan yang cantik tapi nggak ribet ( Aku termasuk perempuan yang gak suka ribet, tapi aku gak cantik. Haha)
2. Gita adalah orang yang cerdas. Dari pemikiran - pemikiran yang ia sampaikan di video atau di bukunya, aku tahu kalau dia orang cerdas (Aku termasuk orang cerdas gak ya? Pokoknya kata  teman - temanku, aku pintar. Bukan sombong lho ya, aku hanya menyalurkan opini teman)
3. Gita itu orang yang introvert. Tapi dia bisa mengatasi ke introvertannya dengan baik. Bahkan dia bisa ngomong di depan kamera, shooting ditelevisi dan jadi pembicara diseminar. (Aku juga orang introvert, bertemu dengan banyak orang, tampil didepan dan mengomunikasikan pemikiranku kepada orang asing bukanlah hal yang mudah. Aku ingin bisa mengatasi ke introvertanku dengan baik seperti Gita)
4. Pemikiran Gita, beberapa pemikirannya sejalan dengan pemikiranku. Yah meskipun ada juga beberapa yang membuatku tidak setuju. Tapi lebih banyak sependapatnya.
5. Dia kuliah di luar negeri. Ketahuan banget kan kalau aku pengen kuliah di luar negeri juga, tapi apalah daya. TOEFL aja belum lulus, kursus baru kelas Post Int aja udah nyerah. Hahaha

Kembali ke review. Buku ini lebih menonjolkan alur. Alur hidupnya Gita lebib tepatnya. Pokoknya kalau kamu ingin lebih mengenal sosok Gita, wajib baca buku ini. Gak rugi kok. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil, semangat positifnya, semangat belajarnya, mindset positifnya. Pokoknya banyak hal positif ketika kamu membaca buku ini.
Gita juga adalah seorang blogger. Beberapa tulisan di blognya juga dimuat di buku ini. Aku salut si, karena Gita berani menuangkan apa pun pemikirannya tentang kehidupan ke dalam tulisannya tanpa takut komentar dari orang lain. Kadang kalau aku nulis di blog suka masih mikir - mikir, gimana respon orang. Terus kalau ada yang nyinyir gimana. That's why aku tidak membiarkan orang - orang terdekatku membaca blogku. Hahaha. Karena di sekitarku banyak orang nyinyir.
Sekian dulu reviewnya, memang masih ngambang si. Tapi ya gitu, kalau kalian pengen lebih detail mending beli bukunya. Murah kok, dibandingkan dengan manfaat yang akan kau dapat.

"Git, gue promoin buku lo ni"
Hadeh, buku Gita gak dipromoin juga udah laku keras. Bahkan sudah dicetak ulang. Lagi pula promo di blog yang sepi pengunjung ini apa manfaatnya. Haha. Sudahlah kebanyakan omong ni.

Sabtu, 19 Januari 2019

Jalan Menuju Narablog

Bagaimana ceritanya sampai aku menjadi seorang narablog / blogger?
Cukup panjang, tapi saya akan mencoba menceritakannya secara runtut. Mungkin juga akan ada bagian yang terlewatkan karena perjalanan saya sebagai narablog terbilang berproses lambat dan lama. Saya menjadikan kegiatan ini sebagai hobi sehingga prosesnya mengalir begitu saja.

Cerita dimulai dari bagaimana saya bisa mengenal dunia blog
Sekitar tahun 2010, tepatnya ketika saya duduk di kelas 2 SMA, saat itu kegilaan saya akan drama Korea sedang begitu besarnya. Awalnya menonton disalah satu stasiun televisi nasional saja sudah cukup bagi saya, namun lama – kelamaan saya merasa tidak cukup sabar untuk menunggu hari esok agar mengetahui cerita selanjutnya. Aku mencurahkan kekesalan itu pada teman yang duduk di depanku. Tak disangka, ternyata dia sudah tahu jalan ceritanya sampai akhir.
“Lho, dari mana kamu tahu?”
“Di Korea kan penayangannya sudah berakhir, kamu cari saja sinopsisnya di internet.” Jawabnya
Sumber gambar : en.wikipedia.org

Dari sini aku mulai mengenal istilah “sinopsis” dan “blog”. Temanku menunjukkan beberapa blog yang sinopsisnya cukup enak dinikmati karena gaya penceritaannya yang mudah dipahami. Maka, jadilah aku sebagai pengunjung setia beberapa blog drama Korea. Saat itu aku mempunyai blogger favorit yang aku kunjungi setiap hari. Kenapa? Karena memang sinopsisnya sangat detail dan jelas, seolah – olah kita menonton secara langsung drama itu. Selain itu, diblognya banyak memuat daftar judul drama yang dia review. Hal ini membuatku mempunyai banyak pilihan untuk membaca sinopsis.
Suatu ketika dia memposting curhatannya, dia bercerita kalau blog miliknya ditawar hingga jutaan oleh seseorang yang ingin membeli. Wow! Aku merasa terkejut. Dari situ aku mulai sadar, kalau hobi ternyata juga bisa mendatangkan rejeki. Lebih terkejut lagi ketika aku mengetahui responnya ketika blognya akan dibeli. Dia menolak. Dia sangat mencintai blognya karena merasa memiliki banyak kenangan dalam mendampingi perkembangan blog itu dan itu semua tidak bisa diganti dengan uang. Aku salut.
Selanjutnya dia bercerita kalau sebenarnya dia juga sudah menghasilkan uang dari tulisan – tulisannya tanpa menjual blog miliknya. Selain menulis di blog pribadi dia juga menjadi penulis disitus Bublews.com. Setiap satu artikel yang dia buat dia akan mendapatkan bayaran tertentu. Situs itu adalah situs internasional, jadi bahasa pengantarnya menggunakan bahasa Inggris. Di situs itu, menurut penuturannya kalian bisa memposting artikel dengan tema apa saja. Setiap ada pengunjung yang melihat artikel kalian, maka kalian akan mendapat bayaran tertentu.
Sumber Gambar : https://blogger.googleblog.com/

Ketika Minat Itu Mulai Muncul
Ketika aku mulai menjadi penikmat blog drama Korea, aku merasa tercandu. Ada kenikmatan tersendiri setiap membaca paragrafnya. Rasa penasaran yang muncul akibat membaca alur ceritanya begitu menggebu - gebu. Juga ada rasa intim tersendiri dengan si penulis blog, setiap dia menuliskan komentarnya tentang alur cerita drama itu, dan komentarnya itu sama juga dengan pemikiranku.
"Ternyata, si mbaknya juga sependapat denganku" batinku
Aku seolah punya kawan yang sejalan, seirama dan searus. Hahaha. Sebagian besar teman - temanku tidak suka drama Korea. Hanya satu dua saja. Karena itu, ketika menemukan teman yang punya kesukaan yang sama, aku merasa begitu bahagia.
Dari membaca blognya aku mulai menemukan minatku. Untuk pertama kalinya aku menemukan sesuatu yang benar - benar aku sukai dan ingin aku kerjakan. Biasanya aku selalu mengikuti arus orang - orang di sekitarku. Aku belum pernah mempunyai keputusan sendiri. Aku hanya ikut - ikutan saja. Mengambil jurusan kuliah pun aku ikut - ikutan. Dari pada tidak kuliah, pikirku saat itu.
Mengenai hal ini, aku jadi teringat kata guruku:
"Tekunilah hal yang kau sukai, suatu saat itu akan membawamu pada jalan kesuksesan"
Untuk pertama kalinya, aku punya keyakinan yang besar akan kepastian untuk sebuah ketidakjelasan. Biasanya untuk yang semu - semu aku malas, tinggalkan saja yang tidak jelas. Tapi, dalam menjalani dunia blog ini aku merasa yakin kalau suatu saat akan sukses.
Maka mulailah aku membangun sebuah blog pribadi dan sejak itu aku bertekad untuk bisa menghasilkan "sesuatu" dari blogku. Dari blog pula, aku membuka kenangan lama tentang diriku yang suka menulis. Awalnya memang terasa sulit menghasilkan sebuah tulisan, tapi lama kelamaan terasa mengalir begitu saja. Ketika ada seseorang yang tersesat di blogku kemudian dia meninggalkan jejak, itulah yang dinamakan bahagia. Senang rasanya bisa berbagi pengalaman, pendapat, atau masukan kepada orang lain melalui tulisan. Terlebih aku adalah seorang introvert dan pendiam, aku tak banyak melakukan sosialisasi dalam dunia nyataku. Tapi aku cukup senang karena blog membantu sosialisasi di dunia mayaku.
Tak sampai di situ, perjalanan dunia blogku terus berkembang. Ketika aku melihat temanku yang memposting surat yang ia dapat dari Google Adsense, aku bertanya padanya tentang itu. Maka tertariklah aku untuk ikut mendaftar di Google Adsense. Dengan semangat yang membara aku merevisi sekitar 60an artikel yang sudah ku tulis di blog. Hasilnya adalah lelah. Aku mempersiapkan semua persyaratan agar diterima di Google Adsense selama kurang lebih 1 bulan. Hasilnya aku ditolak.
Sedih dan sempat patah semangat. Saat itu aku berpikir, "Ah, memang bukan bidangku. Lagipula aku menjalankan ini hanya untuk hobi saja." Aku vakum dalam mengurusi blogku sampai berminggu - minggu karena kesibukan kerja. Tapi suatu ketika niat itu muncul lagi. Aku kembali merevisi artikel - artikelku dan kemudian mendaftar lagi di Google Adsense, hasilnya ditolak lagi. Hal ini terjadi sampai 4 kali. Saat yang kelima kali, aku pasrah. Namun disaat itu aku justru mendapatkan kabar baik kalau Google Adsense menerimaku sebagai situs penyedia layanan iklannya.
Tidakkah Takut Blog akan Tergerus Zaman?
Munculnya banyaknya inovasi baru salah satunya masyarakat yang sedang menggandrungi dunia vlog akhir - akhirnya, tak menyurutkan optimismeku pada dunia blog. Aku tetap yakin bahwa sama halnya dengan buku, blog akan tetap mempunyai peminat dan penikmatnya. Karena seseorang yang sudah merasakan kenikmatan saat membaca tak akan bisa tergantikan dengan visualisasi gambar. Sebagian besar dari kalian mungkin pernah merasakan ketika kalian membaca sebuah novel, kalian begitu merasakan "feel"nya, tapi ketika novel tersebut difilmkan rasanya kurang greget. Kalian mungkin akan berkomentar seperti ini:
"Kok, bagusan novelnya ya daripada filmnya"
That's why, aku selalu yakin bahwa dunia tulis menulis seperti blog ini akan selalu ada penikmat setianya. Dunia ini tidak akan tergerus zaman.
Jangan takut untuk menekuni dunia ini, banyak blogger sukses yang mendapatkan uang dari blog yang mereka tekuni. Salah satu blogger yang terbilang sukses adalah Nodi Harahap. Aku kagum padanya yang serius dan bersungguh - sungguh dalam menjalankan blog. Sedangkan aku masih belum berani menjadikan blog sebagai sumber mata pencaharianku. Aku masih menempatkannya sebatas hobi. Semoga ke depannya bisa lebih serius dalam dunia blog.

Jumat, 18 Januari 2019

Antara DIAM ITU EMAS atau BICARA ITU MUTIARA

Pernah dengar kata - kata mutiara DIAM ITU EMAS kan? Pasti pernah. Karena kata kata mutiara ini berkaitan erat dengan hadits Nabi yang intinya berbunyi demikian, "Berbicaralah yang baik atau diam". Nah, dari hadits ini maka mengerucutlah kata  mutiara Diam itu emas atau dalam bahasa Inggris, "Silence is golden".
Namun belakangan kata mutiara ini mendapatkan "sanggahan" dengan munculnya kata mutiara lain yaitu, "Bicara itu mutiara". Dan beberapa orang yang hobinya ngomong, menggunakan dalil ini untuk membenarkan karakternya.
Menurut saya pribadi dalam segala hal, kita jangan asal mengambil "dalil" kemudian menjadi itu sebagai prinsip yang kita pegang teguh. Lihat konteks dan latar belakangnya kenapa muncul "dalil" demikian. Btw, yang "Bicara itu mutiara" itu bukan dalil ya. Itu hanya bentuk sanggahan dari orang orang kritis.
Dalam konteks kata mutiara "Diam itu emas", Nabi Muhammad tidak serta merta menyuruh pengikutnya untuk lebih baik diam. Tetapi beliau terlebih dahulu mengatakan, berbicaralah yang baik. Nah, artinya berbicara yang baik itu justru lebih diutamakan oleh Nabi Muhammad. Baru kemudian beliau berkata, "atau diam". Ini menunjukkan bahwa diam adalah opsi kedua, yang dilakukan jika opsi pertama tidak bisa kita jalankan.
Tentu berbicara yang baik itu lebih diutamakan karena dengan perkataan yang baik akan memberikan efek - efek psikologis yang luar biasa. Misalnya menasehati anak untuk melakukan kebaikan, memuji murid karena menyelesaikan tugasnya dengan baik. Maka dalam konteks seperti ini berbicara adalah mutiara.
Sayangnya, lisan adalah hal yang paling sulit kita jaga. Banyak orang yang celaka karena tidak bisa menjaga lisannya. Banyak orang yang ketika berbicara bukan kata - kata baik yang ia keluarkan, justru hujatan, hasutan bahkan kadang fitnah. Berbicara yang baik bukanlah hal mudah, sebab tidak ada yang bisa mengontrol lisan ketika sudah berbicara kecuali iman kepada Allah. Untuk menghindari terpelesetnya diri ke lubang dosa, orang beriman biasanya memilih berdiam diri. Karena itulah nabi Muhammad memberikan opsi kedua yaitu diam. Karena opsi pertama adalah hal yang kemungkinan ummatnya kesulitan untuk melakukan.
Perihal "diam itu emas" pun perlu dilihat lagi dalam pengaplikasiannya. Ketika kamu berada dalam sebuah forum, dan terjadi diskusi yang mengharuskan peserta yang hadir untuk berpendapat maka kemukakanlah pendapatmu. Siapa tahu pendapatmu bisa menyelesaikan masalah bersama. Kalau misal pendapatmu tidak dipakaipun ya tak masalah.
Intinya pengaplikasian kata mutiara "diam itu emas" dan "berbicara itu mutiara" harus dilihat lagi situasi dan kondisinya. Jangan salah menerapkan. Pada hal - hal semacam ghibah kalian menggunakan "berbicara itu mutiara", sedangkan pada sebuah diskusi kalian menggunakan "diam itu emas". Itu salah kaprah. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Kamis, 10 Januari 2019

Dewasa Itu SADAR

Dewasa itu sadar. Dewasa itu harus mulai aware sama kesehatan. Dewasa itu harus mulai aware sama lingkungan. Dewasa itu harus mulai aware sama barang yang kita miliki. Dewasa itu ya harus aware juga sama tanggung jawab.
Dewasa itu sadar akan kesehatan. Dulu pas jaman remaja, makan suka gak dikontrol. Pokoknya apa aja yang aku suka dan aku anggap enak akan aku makan. Ternyata makin ke sini semua hal hal yang aku suka itu adalah pantangan buatku. Contohnya makanan pedas, gorengan dan kopi. Dulu aku gak bisa hidup tanpa mereka bertiga. Rasanya hampa gimana gitu. Walaupun karena mereka bertiga aku sering banget tertimpa penyakit macam typhus, radang tenggorokan dan terakhir maag. Tapi karena dulu belum berpikir dewasa, alhasil walaupun pantangan tetap aja aku makan. Wkwkwk. Dulu mindsetnya tanpa mereka bertiga aku gak bisa makan si, jadi daripada lemes dan makin sakit mendingan aku makan walau itu pantangan. Sekarang sudah mulai aware si sama kondisi badan. Dokter melarang makanan itu tuh berarti memang kondisi badanku sudah sangat sensitif dengan ketiga makanan itu. Sensitifitas orang kan masing masing ya, ada yang suka makan pedes level dewa tapi sehat sehat aja. Nah, kalau badanku itu sudah pada tahap yang lemah terhadap makanan itu. Makan pedes dikit besoknya mencret atau nggak radang tenggorokan. Jadi harus mulai sadar untuk menjaga makanan. Bukan saja karena tiga makanan itu adalah pantangan, tetapi karena menghindari pantangan itu adalah kebutuhan tubuhku. Karena sehat itu mahal. Kalau aku sakit banyak jadwal yang nantinya tidak terkondisikan dan itu malah merepotkan.
Dewasa itu sadar akan lingkungan. Lingkungan yang saya maksud adalah segala sesuatu yang ada diluar diri kita. Keluarga, tetangga, teman, lingkungan alam, dll. Yang paling utama si keluarga. Bahwa manusia hidup tidak sendirian dan bukan tanpa bantuan. Harus mulai menghargai kehadiran orang orang di sekitar kita. Kerja ya kerja, keluarga ya keluarga, teman ya teman. Jangan di mix and match ya, iya kalau match jadinya bagus, lha kalau malah amburadul?? Contoh kecil, lagi kerja mikirin masalah sama teman atau pacar. Nanti jadinya gak fokus dan hasil kerja kurang bagus. Kena marah atasan. Pasti nanti bikin mood tambah buruk. Terus kalau lagi kumpul sama keluarga ya gak usah sambil ngurusin kerjaan nanti kumpulnya gak berkualitas. Kumpul sama teman juga gitu. Obrolin lah hal hal ringan, gak usah bahas pekerjaan. Bahas boleh tapi seperlunya.
Dulu aku tuh workaholic banget. Pokoknya aku tuh punya rasa tanggungjawab yang sangat besar. Ibarat ibaratnya nih, seluruh hidup dan jiwaku itu untuk pekerjaan. Aku tuh punya loyalitas yang lumayan tinggi terhadap pekerjaanku. Waktu kumpul sama keluarga dan teman sangat jarang. Bahkan terkadang mereka aku abaikan. Lama lama aku merasa hampa, dan hampir hampir depresi karena rutinitas yang sama dan beban kerja. Puncaknya ketika liburan datang, aku adalah orang yang malas sekali keluar rumah buat hangout atau jalan jalan. Jadi selama liburan aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Karena liburan aku tidak ada tugas pekerjaan, alhasil aku mempunyai banyak waktu luang. Tapi hal itu justru membuatku merasa ada yang hampa. Waktu berjalan terasa begitu lama, mau menghabiskan waktu bersama keluarga bingung juga. Karena merasa selama ini sudah jauh dari mereka, akibat aku jarang mengobrol bersama mereka. Bingung aja mau ngobrolin apa. Padahal di rumah sendiri tapi terasa asing. Mau jalan sama teman, mereka sedang liburan sama keluarga mereka sendiri. Dari situ aku sadar, yang akan tetap bersamaku apa pun yang akan terjadi adalah keluarga. Mereka adalah milikku yang berharga. Jadi aku harus memfokuskan mereka bukan kerja. Mereka adalah prioritas, sesibuk apa pun pekerjaanku aku tidak boleh mengabaikan mereka. Kerja sewajarnya, keluarga yang utama. Kalau aku kenapa kenapa memangnya tempat kerja mau ngurus. Palingan hanya nengokin habis itu ya sudah. Selebihnya itu urusan pribadi ya kan. Keluargalah yang akan di sampingku.
Dewasa itu sadar akan barang yang kita miliki. Sadar kalau umur kita makin bertambah. Segala kebutuhan harus dipenuhi dengan kesadaran. Kita punya banyak hal yang kita miliki, tubuh misalnya. Sebagai bentuk syukur pada Tuhan tentunya kita harus merawat tubuh kita. Misal saja dulu waktu remaja kamu pakai helm karena takut ditilang sama polisi, sekarang sudah dewasa harusnya sadar. Pakai helm itu bukan karena biar tidak ditilang tapi karena memang memakai helm itu untuk keselamatan pribadi. Hidup itu juga anugerah gaes, hidup cuma sekali kamu gak mau nyia nyiain kan? Sekarang juga mulai sadar pakai sun screen atau sun block itu bukan hanya untuk kecantikan, tapi karena memang kulitku butuh itu. Mesti sadar kalau sinar UV matahari itu bahaya banget. Dulu yang namanya makai lotion macam gituan aku tuh males banget, ribet, lengket, pokoknya gak nyaman lah. Tapi makin ke sini makin sadar kalau itu memang dibutuhkan. Terus kalau punya barang apa pun ya dijaga, dirawat. Bukan masalah nanti kalau rusak beli lagi, tapi gimana kamu peduli dengan barang yang kamu miliki. Sama barang kamu aja kamu gak peduli gimana nanti sama pasangan hidup?
Dewasa itu sadar akan tanggungjawab. Tanggungjawab kita sebagai manusia yang berTuhan ya menjadi hamba. Hamba itu berarti harus menyembah pada Tuhannya. Sering kita menganggap ibadah itu adalah suatu kewajiban sehingga kita merasa berat melakukannya. Tapi perlu kita buka lagi pikiran kita, bahwa sebenarnya itu adalah tanggungjawab kita, dan sebagai manusia dewasa kita harus sadar akan tanggungjawab kita. Pekerjaan juga adalah tanggungjawab kita, jangan sedikit sedikit mengeluh. Kerja ya capek, kalau gak mau capek nganggur aja. Kerja kok gajinya sedikit. Coba lihat lagi, mungkin kamu yang kurang bersyukur. Jika memang tempat kerja itu tidak menghargai jerih payahmu dengan pantas, ya keluar. Cari pekerjaan baru. Jangan hanya menggerutu.
Tapi berbicara pekerjaan, kembali lagi saya ingatkan. Kerja sewajarnya, keluarga yang utama.